Kamis, 16 Januari 2014

Keluarga Bahagia Sejahtera

Setiap keluarga pasti ingin bahagia dan sejahtera. Setiap keluarga memiliki definisi dan impian tersendiri tentang  bahagia dan sejahtera. Setiap keluarga pun memiliki cara yang berbeda untuk mewujudkan visi “menjadi bahagia dan sejahtera”. Meski setiap keluarga memiliki definisi, visi, dan cara yang berbeda untuk menjadi bahagia dan sejahtera, tapi satu hal pasti disepakati oleh semua keluarga adalah bahwa kebahagian dan kesejahteraan keluarga harus dibangun dan ditumbuh-kembangkan, tidak dapat tercipta begitu saja.


Ada tiga pilar yang menurut saya perlu dikembangkan dalam membangun keluarga bahagia sejahtera:

Pertama, menyamakan visi dalam membangun keluarga bahagia sejahtera. Perlu kesepakatan mengenai visi bahagia dan sejahtera dalam keluarga. Perlu dikomunikasikan bahagia sejahtera macam apa yang ingin diwujudkan dalam keluarga. Tentu tidak melulu terkait dengan materi. Visi membangun keluarga biasanya dituntun oleh keyakinan dan nilai-nilai kehidupan yang dianut.  Visi yang disepakati akan mengarahkan perilaku anggota keluarga dalam merealisasikan visi. Sebagai contoh, bila sebuah keluarga memiliki visi “menciptakan keluarga yang saling menyayangi atas dasar ketaqwaan, berkecukupan, dan mampu berbagi”, maka tindakan akan diarahkan untuk merealisasikannya. Tindakan yang mengarah pada pencapaian visi tersebut, misalnya kesepakatan untuk sholat berjamaah pada waktu tertentu (bagi yang muslim), bicara dengan santun, suami giat bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, istri pandai berhemat dan berprioritas agar kebutuhan keluarga tercukupi, mengalokasi sebagian dana untuk berbagi dengan sesama, dan sebagainya.


Kedua, mendefinisi dan menjalankan peran (hak dan kewajiban) masing-masing anggota keluarga secara konsisten. Keluarga merupakan organisasi mini, yang terdiri dari kumpulan beberapa orang, memiliki tujuan, dan masing-masing orang didalamnya memiliki peran yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan. Layaknya organisasi, keluarga perlu dimanage sedemikian rupa agar tujuan atau visi bisa terealisasi. Begitu menikah, alangkah baik bila suami-istri segera mengkomunikasikan peran (hak dan kewajiban, koridor yang boleh dan tidak) masing-masing, agar organisasi mini (keluarga) bisa berjalan dengan baik. Bagaimana peran suami dan istri bila suami  sebagai pencari nafkah sementara istri tidak berkarir, mungkin tidak sama bila suami istri sama-sama berkarir. Tentu tidak ada istilah menang-kalah, banyak-sedikit, dalam mendifinisi peran. Peran yang telah disepakati harus dijalankan masing-masing pihak secara konsisten, meskipun diperlukan fleksibilitas pada kondisi tertentu. Intinya, suami-istri atau ayah-ibu-anak menjalankan peran masing-masing, namun tetap saling membantu dan melengkapi dalam menjalankan peran.

Ketiga, melakukan komunikasi dan evaluasi/introspeksi secara terus menerus. Setelah visi dan tujuan ditetapkan, peran masing-masing anggota keluarga dijalankan, maka pilar ketiga adalah kesinambungan komunikasi dan evaluasi dalam dan antar anggota keluarga. Komunikasi dan evaluasi bermanfaat untuk memastikan apakah peran telah dilaksanakan dengan baik, dan perilaku telah diarahkan untuk mencapai tujuan. Perselisihan dalam keluarga biasanya terjadi karena ketidaksesuaian peran atau perilaku yang tidak mengarah pada tujuan. Setiap anggota keluarga perlu introspeksi dan mengkomunikasikan ketidaksesuaian peran atau perilaku yang menyimpang dari tujuan agar masalah tidak terlanjur menjadi besar.

Demikian, tiga pilar yang perlu dikembangkan dalam membangun keluarga bahagia sejahtera. Mungkin saudara punya pilar-pilar lain yang bisa melengkapi. Yang penting, apapun pilar itu, perlu action untuk mewujudkannya. Semoga bermanfaat.

Sumber : http://widiascahyo.wordpress.com/2010/06/26/hello-world/

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Semoga Bermanfaat...

Artikel Yang Lain